Beranda | Artikel
Saya adalah Guru Kalian, (Anak Muda) Ini Guruku
Minggu, 19 September 2021

SAYA ADALAH GURU KALIAN, (ANAK MUDA) INI GURUKU

Imam Ibnul Arabi rahimahullah (wafat tahun 543 H) dalam kitabnya “Ahkamul Quran” menuturkan kisah yang penuh dengan pelajaran.

Muhammad bin Qasim Al Utsmani memberitahukan kepadaku lebih dari satu kali.
“Suatu hari saya mendatangi kota Fusthat di Mesir dan menghadiri  majelis ilmu Syaikh Abul Fadhl Al Jauhari. Aku menghadiri pemaparan beliau kepada para hadirin. Di antara ucapan beliau dalam majelisnya yang baru pertama kali kuhadiri bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah menjatuhkan talak (menceraikan isteri beliau), mengucapkan zhihar (ucapan seorang suami kepada istrinya,”Punggungmu seperti punggung ibuku”, maksudnya mengharamkan istrinya untuk berhubungan badan dengan suaminya) dan mengucapkan ila’ (sumpah seorang suami untuk tidak menggauli istrinya).

Setelah Syaikh Al Jauhari keluar (meninggalkan masjid) bersama satu rombongan lantas aku mengikutinya dari belakang, sampai ke rumahnya. Mereka duduk berbincang di teras samping rumah Syaikh. Sebagian murid-muridnya telah beranjak pamit, Syaikh Al Jauhari memperhatikanku dan menyapaku, “Anda sepertinya orang asing di sini? Apakah Anda ingin berbicara kepadaku secara pribadi?” Aku menjawab, “Iya benar.”
Syaikh meminta sebagian muridnya yang berdiri di sekitarnya agar menjauh dari mereka berdua.

Aku berkata : “Hari ini, saya pertama kali menghadiri majelis anda untuk mengharapkan keberkahan (dari Allah) dari majelismu.
Saya mendengar anda menerangkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah menceraikan salah satu isteri beliau dan Anda benar. Anda berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah meng ila isteri-isteri beliau, dan Anda benar.

Anda berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah mengucapkan zhihar, padahal Nabi Shallallahu alaihi wa sallam belum pernah dan tidak akan pernah menzhihar istrinya karena zhihar itu termasuk ucapan munkar dan dusta. Tidak mungkin hal ini dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam”.

Saat itu juga, Syaikh Al Jauhari memelukku dan mencium kepalaku.
Beliau berkata, “Saya bertaubat dari pendapat tersebut. Semoga Allah membalas anda wahai guru dengan kebaikan!”
Setelah itu aku pun pamit.

Keesokan harinya saya bersegera mendatangi majelis beliau, ternyata beliau telah datang mendahuluiku. Masjid tersebut sudah dipenuhi hadirin. Ketika saya masuk dari salah satu pintu masjid dan menghampiri majelis tersebut, beliau melihatku dari kejauhan kemudian beliau menyambutku dengan suara yang lantang, “Selamat datang wahai guruku!” semua yang hadir memandangku dan memperhatikanku. Aku menjadi grogi serta malu sekali wahai Abu Bakr (Ibnul Arabi)!”

Abu Bakr Ibnul Arabi  menimpali bahwa Al Utsmani ini orangnya sangat pemalu, jika ada seseorang menyalaminya, maka langsung wajahnya memerah menahan malu.

Al Utsmani melanjutkan kisahnya,” Syaikh Al Jauhari memintaku duduk disamping beliau, maka orang-orang yang hadir di majelisnya segera berebut menggandeng tanganku dan mengantarku ke dekat Syaikh. Tanpa terasa tubuhku bermandikan keringat dan aku tidak ingat sedang berada dimana.

Syaikh Al Jauhari berkata kepada hadirin, “Kalian adalah murid-muridku, dan (anak muda) ini adalah guruku. Kemarin aku berkata kepada kalian bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah berzhihar, dan kalian diam semua, tidak ada yang menegurku dan mengajariku. Anak muda ini mengikutiku sampai di rumahku dan meluruskanku.”
Beliau bercerita sebagaimana yang telah aku ceritakan.

Syaikh Al Jauhari lalu menutup pembicaraan di majelis tersebut dengan berkata, “Saya menyatakan taubat dari pendapat kemarin dan saya rujuk kepada kebenaran.
Barangsiapa yang kemarin hadir, janganlah berpendapat demikian!.
Barangsiapa yang hari ini tidak hadir, hendaknya diberitahu oleh yang hadir.
Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan…”
Beliau terus mendoakan untukku dan diaminkan oleh para hadirin.”

Imam Ibnul Arabi mengomentari kisah tersebut, “Perhatikanlah! Semoga Allah merahmati kalian. Perhatikanlah agama yang kokoh ini! Perhatikanlah pengakuan  ilmu kepada pemiliknya! Beliau sampaikan pengakuan kesalahannya di hadapan khalayak ramai, beliau seorang ulama yang berkedudukan tinggi dan telah terkenal kemuliaannya, mau menerima kebenaran dari seseorang yang asing dan tidak diketahui dari mana asalnya!

Teladanilah beliau, niscaya kalian akan memperoleh petunjuk!”

Kisah diatas saya baca dari situs Prof. Dr. Umar Al Muqbil hafidzahullah dan saya juga telah mendengar kisah yang sama dari klip video ceramah Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al Badr hafidzahumallah. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah di atas, di antaranya :

  • Terkadang seseorang lupa, ia telah menyampaikan cerita yang sama lebih dari sekali. Pendengar yang baik tidaklah menyanggah dan tidak melarang temannya menceritakan kisah yang sama. Ia tetap menjadi pendengar yang baik, seolah-olah ia baru pertama kali mendengarnya. Adapun saat menyampaikan cerita yang telah didengarnya lebih dari sekali kepada orang lain, ia boleh menyebutkan kepada orang lain bahwa ia telah mendengar cerita tersebut dari orang yang sama lebih dari satu kali agar orang lain lebih yakin bahwa informasi  yang disampaikannya itu sangat valid.
  • Para penuntut ilmu rela meninggalkan kampung halaman, dan merantau ke luar pulau bahkan keluar negeri untuk menggapai keridhaan Allah dan ketinggian derajat di sisi Nya.
  • Adab yang mulia dari seorang penuntut ilmu, ia  meluruskan kesalahan gurunya secara empat mata, tidak di hadapan orang lain. Jika seorang murid meluruskan kesalahan gurunya dihadapan orang lain besar kemungkinan guru tersebut akan mempertahankan egonya dan tidak mau mengakui kesalahannya.
  • Adab yang mulia dari seorang penuntut ilmu ketika hendak mengkritik kesalahan orang lain, ia memulai pembicaraan dengan merendah dan memuliakan gurunya. Ia menghadiri majelisnya dalam rangka memperoleh barakah Allah melalui ilmu yang didapatkan dari gurunya. Setelah itu ia menyampaikan kebenaran yang disampaikan gurunya tentang talak dan ila, setelah itu barulah meluruskan kesalahan ucapan gurunya tentang Zhihar. Jika seseorang hendak mengkritik orang lain jangan langsung to the point menyampaikan kesalahannya tapi perlu dikemas dengan mukaddimah yang membuatnya senang sehingga tidak tersinggung dengan kritikannya.
  • Akhlak mulia dari ahli ilmu yang tidak marah ketika dikritik, bahkan beliau memeluk dan mencium kening orang yang mengkritiknya sebagai penghormatan dan rasa terimakasih. Ini menunjukkan akhlak yang mulia dari seorang ulama yaitu tawadhu (rendah hati).
  • Seandainya Syaikh Al Jauhari meralat ucapannya yang salah tanpa menyebutkan siapa yang mengkritiknya, itu sudah cukup menunjukkan kecintaan beliau kepada kebenaran dan kemuliaan jiwanya. Tapi keesokan harinya beliau datang ke majelisnya lebih awal, dan memuji orang asing yang mengkritiknya sebagai gurunya.
  • Pujian tersebut untuk memotivasi Muhammad bin Qasim Al Utsmani agar menjaga akhlak mulianya dalam menasihati orang lain. Pujian tersebut sekaligus sebagai teguran kepada para hadirin agar tidak membiarkan guru mereka salah tanpa diluruskan. Syaikh Al Jauhari bukan saja sebagai guru yang mentransfer ilmu tapi beliau adalah seorang pendidik.
  • Akhlak mulia yang dimiliki ulama yang sangat kesohor dan terhormat berupa keberanian mengakui kesalahan dan melarang orang-orang mengikuti pendapatnya yang salah. Bahkan beliau berwasiat agar orang-orang yang hadir menyampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir yang belum mendengar ralat dan rujuk dari Syaikh Al Jauhari.
  • Keberadaan orang-orang yang berakhlak mulia dari kaum muslimin menunjukkan indahnya dan kokohnya agama Islam itu sendiri. Jika kaum muslimin mempelajari Islam dari sumbernya yang benar ditambah mempelajarinya dengan metodologi yang baik dan benar maka hasilnya akan membuahkan keindahan dan kekokohan Islam yang dipraktekkan dengan benar oleh kaum muslimin.

Ya Allah, berilah petunjuk kepada kami untuk berbuat sebaik-baik amalan, sebaik-baik akhlak, tidak ada yang bisa menunjuki untuk berbuat sebaik-baiknya kecuali Engkau. Dan lindungi kami dari jeleknya amalan dan jeleknya akhlak, dan tidak ada yang dapat melindungi dari kejelekannya kecuali Engkau, aamiin…

Cirebon, 12 Shafar 1443H /19 September 2021M
Fariq Gasim Anuz


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/39940-saya-adalah-guru-kalian-anak-muda-ini-guruku.html